Surat Terbuka untuk Ketua DPRD Sulawesi Barat

waktu baca 3 menit
Foto tokoh Muhaimin Faisal. Dokumentasi istimewa.

Penulis Muhaimin Faisal (Pembayar Pajak)

Ketika surat Anda, Suraidah Suhardi sebagai Ketua DPRD Sulawesi Barat (Sulbar) yang ditujukan ke Presiden Republik Indonesia bernomor T/100.1.2/285/2024 yang bersifat terbatas, perihal penolakan perpanjangan  penjabat Gubernur Sulawesi Barat tertanggal 3 April 2024 beredar di publik, saya  sedang merampungkan sebuah buku untuk para Generasi Z yang di part 3-nya berjudul “Kenapa Politik Penting” dan salah satu sub-nya berjudul : 3.3. Awas! Diatur Om dan Tante “Kosong”.

Setelah Pemilu 2024, sikap Anda menjadi bukti paling mutakhir bahwa memang politik itu kayak drama Netflix, penuh plot twist, drama, dan kadang cringe. Ada yang suka tawuran kayak bocah-bocah kosong, ada yang baperan kayak remaja labil, dan ada yang sering nge-prank kayak konten kreator. Berita politik kayak meme: lucu, absurd, dan kadang bikin emosi. Ada yang hoax, ada yang satire, dan ada yang fakta tapi bikin jengkel.

Saya secara pribadi, belum pernah sekalipun bertemu dengan Prof. Zudan Arif Fakrulloh, tetapi jejak digitalnya serta prestasi-prestasinya dan informasi dari banyak pihak terutama Aparat Sipil Negara di lingkungan Pemeprintah Provinsi Sulbar tentang perbaikan mendasar dalam birokrasi di Pemprov Sulbar, terobosan-terobosannya dalam dunia digital, caranya mengajar dan mendidik atau meng-upgrade para pejabat di lingkup Pemprov Sulbar, saya secara pribadi memberi apresiasiasi.

Gaji mereka selalu terbayar tepat waktu walau hari libur dan paling mutakhir, baru pertama kali para ASN di Pemprov Sulbar menerima THR TPP seratus persen.  Tentu ia sebagai manusia memiliki kelemahan, terutama bagi mereka yang tidak punya cukup kapasitas untuk kompatibel dengan zaman, dengan teknologi yang melaju pesat, yang tidak siap dengan perubahan.

Meskipun Prof. Zudan Arif Fakrulloh menjabat sebagai Kepala Biro Hukum Kemendagri di Tahun 2014 ketika Pulau Lere-Lerekang ditetapkan masuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Kota Baru Provinsi Kalimantan Selatan, tetapi saya harus bersikap obyektif dan mengapresiasi 23 penghargaan dari berbagai institusi selama 11 bulan terakhir kepemimpinannya di Sulbar dan berharap Prof. Zudan Arif Fakrulloh masih mau bersabar untuk menuntun dan meletakkan dasar-dasar yang baik untuk provinsi ini, sebelum kembali diambil alih oleh para politikus primitif yang datang ke zaman digital dengan otak analog.

Karena itu, penting untuk Anda jelaskan ke publik soal surat Anda yang diduga kuat cacat prosedural karena tidak sesuai mekanisme baku yang diatur dalam tata tertib dewan, dan isinya pun tidak pernah dibahas dalam rapat pimpinan ataupun rapat pimpinan diperluas yang melibatkan ketua-ketua fraksi/komisi, terlebih lagi tidak pernah dibahas dalam rapat paripurna dewan.

Penting untuk Anda jelaskan ke publik apa yang Anda maksudkan dengan gaduh dan riak-riak konflik internal di lembaga DPRD Sulbar serta mencederai kemitraan sejajar dan harmonis antara pihak legislatif dan eksekutif. Sebab kata harmoni mengingatkan saya pada almarhum Harmoko dan jangan sampai publik menganggap Anda, idealnya hidup se-zaman dengan Harmoko.

Bukankah kata-kata gaduh, riak-riak, konflik internal, merupakan kata yang biasa-biasa saja. Apalagi sebagai legislatif yang salah satu fungsinya adalah pengawasan sebagai watch dog, memang seharusnya lebih akrab dengan kata-kata itu. Bukan malah merengek berharap kemitraan sejajar dan harmonis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *