Bonus Demografi Jadi Perhatian Serius Pemprov Sulbar dalam Menyusun RPJPD
Mamuju – Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) terus memaksimalkan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) tahun 2025-2045.
Terlihat, para pengampu pemerintah kembali berembuk dalam Forum Konsultasi Publik rancangan awal RPJPD Sulbar, di Graha Sandeq, kompleks Kantor Gubernur Sulbar, Kamis 4 Januari 2024.
Tujuannya tentu tak sesederhana yang terlihat. Mereka menguras pikiran untuk memastikan RPJPD relevan dengan zaman. Utamanya dalam mendesain konsep pembangunan yang mampu mengelola segala potensi dan mengurai kendala yang mengancam.
Salah satu isu yang tak mereka abaikan ialah bonus demografi. Tepatnya adanya peningkatan penduduk usia kerja pada tahun 2030-2040. Hal ini sangat diperhitungan karena menjadi langkah strategis dalam menata Sulbar di masa depan.
Bukan tanpa alasan, bonus demografi merupakan peluang sekaligus ancaman. Satu sisi menjadi peluang dalam menumbuhkan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, memungkinkan terciptanya pengangguran dan kemiskinan yang sangat signifikan.
Dengan demikian, peluang dan ancaman itu akan bertumpu pada dokumen RPDPD. Tidak heran, Pemprov Sulbar sangat menyeriusi isu tersebut dalam menyusun dokumen RPJPD.
“Tahun 2035, bonus demografi akan besar. Ini harus dikelola dengan baik. Demografi itu banyak bekerja sedikit ditanggung. Harapannya dalam satu keluarga lebih banyak bekerja daripada yang ditanggung. Ketika gagal mengelola, itu menjadi bencana demografi.” ujar Pj. Gubernur Sulbar, Prof. Zudan Arif Fakrulloh.
Tantangannya, kata dia, terbukanya lapangan kerja yang memadai. Perlu memunculkan profesi-profesi yang bisa bekerja mandiri, seperti dokter, psikolog, dan lainnya.
Dengan demikian, masyarakat memiliki pendapatan tambahan. ASN misalnya, bisa mendapatkan pendapatan yang dikerjakan secara mandiri, atau kerap disebut passive income.
“Selain itu, perlunya menumbuhkan literasi atau sektor pendidikan sebagai kesiapan populasi muda untuk menjadi angkatan kerja yang terampil dan produktif,” sebutnya.
Olehnya, Prof. Zudan berharap penyusunan RPJPD penting melakukan pendekatan sosiologi dan spritual religiositas. Pendekatan sosialisasi diharapkan mampu melahirkan dokumen RPJPD yang bisa menjadi wadah untuk kelompok peradaban berbasis teknologi dari 1.0 hingga 5.0.
Sedangkan pendekatan spritual religiositas, perlunya menuangkan nilai-nilai kebenaran, tujuan mensejahterakan masyarakat dan membuat masyarakat bahagia.
“Nilait religius tercermin dalam rencana pembangunan dan masyarakatnya bisa mengimplementasikan sebagaimana mellete diatonganan, berjalan di atas kebenaran dan begitu juga malaqbi,” tandas Prof. Zudan. (rls/rps)